
TEORI ORGANISASI UMUM 2

KELOMPOK
7
KELAS
2KA33
Nama Anggota : 1. Ayu Setia Dewi (11113552)
2. Ristya Dwima Saputri (17113830)
3. M. Rafli Satriawan (16113068)
UNIVERSITAS GUNADARMA
2015
Kata Pengantar
Segala puji kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayat-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini mengenai Kekerasan Terhadap Tenaga
Kerja Wanita (TKW). Pada makalah ini kami membahas mengenai perkembangan
kekerasan terhadap TKW di luar negeri, solusi atas kekerasan terhadap TKW di luar negeri, penyebabkan terjadinya tindakan kekerasan terhadap TKW, serta cara pemerintah menanggulangi masalah kekerasan terhadap TKW di luar negeri, ini sebagai tugas dari mata kuliah Teori Organisasi Umum2.
Pada kesempatan
ini kami berterima kasih kepada ibu Mima Nizma, SE,MM selaku dosen pengampu
mata kuliah Teori Organisasi Umum2 yang telah banyak memberi bimbingan dan
pengarahan, serta semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat
selesai tepat pada waktunya. Mudah-mudahan makalah ini memberikan masukan bagi
banyak orang khususnya bagi orang yang mempelajari Teori Organisasi Umum2 untuk
mempermudah mereka dalam membuat sebuah makalah yang baik.
Demikian yang
dapat kami sampaikan, sebelumnya kami mohon maaf bila dalam makalah ini dapat kesalahan baik
penulisan maupun penjabarannya. Sehingga kritik dan saran yang positif sangat
kami harapkan dari para pembaca. Semoga malakah ini akan bermanfaat kepada para pembaca, terutama bagi yang
membutuhkannya.
Bekasi, Maret
2015
Penyusun
Daftar Isi
Kata
Pengantar……………………………………………………………………………… i
Daftar
Isi………………………………………………………………………………….....
ii
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang………………………………………………………………………….. 1
1.2 Rumusan
Masalah………………………………………………………………………. 3
1.3 Tujuan Penulisan………………………………………………………………………... 3
1.4 Manfaat Penelitian………………………………………………………………………. 4
BAB
II KAJIAN TEORI
2.1 Pengertian Tenaga Kerja
Wanita (TKW)……………………………………………….. 5
2.2 Akar Permasalahan
TKW……………………………………………………………….. 6
2.3 Contoh
Kasus……………………………………………………………………………. 7
BAB
III PEMBAHASAN
3.1 Motif Tenaga Kerja
Wanita (TKW) Bekerja ke Luar Negeri…………………………… 8
3.2 Perkembangan Kekerasan
Terhadap Tenaga Kerja Wanita (TKW) Indonesia di Luar
Negeri…………………………………………………………………………………… 9
3.3 Solusi Kekerasan
Terhadap Tenaga Kerja Wanita (TKW) di Luar Negeri……………...11
3.4 Penyebab Masalah
Tindakan TKW Indonesia di Luar Negeri…………………………. 12
3.5 Pemerintah Menanggulangi
Masalah Kekerasan Terhadap TKW di Luar Negeri………12
BAB
IV PENUTUP
4.1
Kesimpulan……………………………………………………………………………....14
4.2 Saran……………………………………………………………………………………..14
DAFTAR
PUSAKA…………………………………………………………………………15
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tenaga
Kerja Indonesia (TKI) merupakan program pemerintah yang bertujuan meningkatkan
kualitas sumber daya manusia melalui pelatihan dan praktek demi peningkatan
kesejahteraan TKI dan keluarganya dengan memanfaatkan kesempatan kerja
internasional yang tersedia. TKI adalah sebutan bagi warga negara Indonesia
yang bekerja di luar negeri (seperti Malaysia, Timor- Leste dan Papua Nugini
dll) dalam hubungan kerja untuk jangka waktu tertentu dengan menerima upah.
Namun demikian, istilah TKI seringkali sebut dengan pekerja kasar atau TKI
perempuan seringkali disebut Tenaga Kerja Wanita (TKW).
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang
bekerja di luar negeri telah memberikan dampak yang besar bagi negara
Indonesia. Negara telah manerima pemasukan devisa yang signitifkan
sepanjang tahun 2010 dari penghasilan TKI. Berdasarkan data Pusat
Penelitian dan Informasi (Puslitfo) Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), pemasukan devisa dari TKI sepanjang tahun
2010 telah mencapai 8,24 milyar dolar AS (Rp. 80,24 triliyun). Jumlah ini
merupakan kenaikan sampai 37,3% (dari Rp. 60 triliyun) dari tahun 2011, dan
bila di bandingkan dengan tahun 2010 terdapat kenaikan 48,26% (dari Rp.. 50,56
triliyun).
Menurut data dari Badan Nasional
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), untuk tahun
2010 saja terdapat 900,129 Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang berhasil ditempatkan
di luar negeri secara resmi. Berdasarkan data jumlah TKI yang berhasil
ditempatkan di luar negeri pada tahun 2010 dapat diketahui bahwa kurang lebih
77% TKI adalah Tenaga Kerja Wanita (TKW). Sebagian besar dari mereka bekerja di
sektor informal sebagai pembantu rumah tangga.
Banyak kabar yang memberitakan tentang
kekerasan terhadap TKW yang bekerja di luar negeri, semua itu dapat terjadi
karena kekerasan terjadi pada siapa saja, kapan saja dan di mana saja, termasuk
kepada Tenaga Kerja Wanita (TKW) Indonesia, mereka rela menjadi pembantu rumah
tangga di luar negeri dengan meninggalkan keluarganya di rumah semata-mata
karena ingin mencukupi kebutuhan keluarganya. Keterpaksaan itu mereka lakukan
karena tidak ada lapangan kerja yang memadai. Jangankan untuk mereka yang hanya
lulus sekolah dasar, lulusan sarjanapun masih banyak yang menganggur. Angka
pengangguran sarjana bahkan sampai mencapai 1,1 juta orang pertahun. Kekerasan
terhadap Tenaga Kerja Wanita (TKW) sering terjadi di mana-mana termasuk di luar
negeri, hampir setiap hari Tenaga Kerja Wanita (TKW) dari Indonesia yang
bekerja di luar negeri mengalami perlakuan yang sangat tidak wajar dari
majikannya. banyak tenaga kerjaIndonesia (TKI) khususnya tenaga kerja wanita
(TKW) yang mengalami kekerasan, fisik, pelecehan seksual, gaji yang tidak
bayar, bahkan mengalami kematian. Resiko-resiko tersebut tentu sangat
memprihatinkan, Karena masih ada di negara tujuan majikan yang menganggap TKW
itu sebagai budak dan layak diapakan saja sesuai dengan keinginan majikannya.
Seharusnya tidak demikian, mereka harus menyadari bahwa tenaga kerja tersebut
juga manusia yang patut kita sayangi. Meski diakui banyak pula Tenaga Kerja
Wanita (TKW) yang sukses, penderitaan mereka tidak dapat diabaikan begitu saja.
Mereka juga butuh bantuan dan tanggung jawab dari pemerintah yang telah
menyalurkan mereka kepada majikannya. Penanganan
kasus Tenaga Kerja Wanita (TKW) ini terlihat tidak serius, sehingga banyak
munculnya kasus Tenaga Kerja Wanita (TKW) terbunuh dan terluka ataupun
disiksa kepada majikannya sendiri, itu semua
merupakan suatu bukti bahwa sangat lemahnya perlindungan pemerintah terhadap
warga negaranya.
Pemerintah bersama para Pengarah Jasa
Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) begitu sangat bersemangat apabila menyangkut
urusan duit. TKW diperas keringatnya untuk kepentingan negara. Pengusaha
sebelum berangkat keluar negeri, mereka sudah di bebani banyak biaya
hingga belasan juta, saat kembalinya TKI ke tanah air, mereka juga diperas oleh
banyak pihak, karena dianggap banyak duit. Akan tetapi setelah TKI sudah di
serahkan kepada tangan majikannya pemerintah beserta PJTKI telah melepaskan
tanggung jawabnya, mereka tidak memantau tenaga kerja tersebut. Seharusnya
mereka memantaunya agar mengetahui tenaga kerja tersebut baik-baik saja, dan
apabila terjadi kekerasan terhadap tenaga kerja tersebut, mereka langsung
menolongnya dan menegur kepada majikannya tersebut agar tidak di lakukannya
kekerasan terhadap tenaga kerja.
Tidak seharusnya Tenaga Kerja Wanita
(TKW) yang merantau ke luar negeri itu mendapatkan perlakuan yang sangat tidak
wajar di dapatkan oleh semua orang, karena mereka orang yang membutuhkan
pekerjaan dan uang yang setimbang dengan pekerjaannya. Mereka kebanyakan
bekerja sebagai pembantu dengan minimnya pengetahuan, itu harus menghadapi
kehidupan asing di negeri orang di karenakan terjerat kesulitan ekonomi di
dalam negeri. Faktor kemiskinan yang
menjadi faktor pendorong mereka bekerja di negeri orang. Sulit sekali mencari
pilihan bagi mereka selain bekerja di negeri orang. Mereka sangat membutuhkan
ekonomi, karena ekonomi sangat penting untuk kesejahteraan di setiap keluarga.
Mereka adalah orang-orang yang memiliki semangat kerja. Sayangnya, pemerintah
Indonesia enggan membuka lapangan pekerjaan bagi mereka yang membutuhkan
pekerjaan.
Karena itu Tenaga Kerja Wanita (TKW)
rela meninggalkan keluarganya, baik suami, anak dan orang tuanya. Suami yang
sebenarnya mempunyai kewajiban untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka, tidak
dapat mencegahnya karena suami tidak sanggup memberikan ekonomi yang cukup
kepada keluarganya karena penghasilannya yang sangat tidak mencukupi kebutuhan
sehari-hari. Situasi ini tidak dapat dipersalahkan kepada keluarga-keluarga TKW
semata. Ini adalah hasil dari sebuah sistem negara yang salah dalam mengatur
urusan umat khususnya di bidang ekonomi. Seharusnya negara ini membukakan lebih
banyak lagi lapangan pekerjaan, agar tidak ada lagi Tenaga Kerja Wanita (TKW)
yang bekerja di negeri orang dan tidak ada lagi kekerasan yang dialami oleh para
tenaga kerja. Mereka para pemerintah harus lebih sering lagi untuk
memperhatikan rakyatnya, baik rakyat yang kurang mampu maupun rakyat yang
berkecukupan. Sistem ekonomi kapitalis telah melahirkan kemiskinan
stuktural. Dengan sistem ini, sampai kapan saja akan muncul orang-orang atau
keluarga miskin, apabila pemerintah tidak memberantas semua ini.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa alasan/motivasi TKW
bekerja ke luar negeri ?
2. Bagaimana perkembangan
dan penyebab terjadinya tindakan kekerasan terhadap TKW di luar negeri ?
3. Bagaimana
solusi atas kekerasan
terhadap TKW di luar negeri ?
4. Bagaimana cara pemerintah menanggulangi masalah
kekerasan terhadap TKW di luar negeri?
1.3.
Tujuan Penulisan
1. Untuk
mengetahui alasan TKW bekerja di luar negeri
2. Untuk
mengatahui perkembangan terhadap kekerasan
TKW di luar negeri
3. Untuk
mengetahui solusi atas
tindakan kekerasan terhadap TKW di luar
negeri
4. Untuk
mengetahui cara perintah dalam menaggulangi masalah kekerasan yang terjadi
terhadap TKW di luar negeri
1.4.
Manfaat Penulisan
Penulisan ini
diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat, seperti :
1.
Menambah pengetahuan dan pemahaman dalam menyusun sebuah makalah Teori
Organisasi Umum.
2.
Memberikan informasi tentang adanya kekerasan dalam Tenaga Kerja Wanita di Indonesia.
3. Menambah pengetahuan mengenai adanya
perkembangan terhadap kekerasan
terhadap TKW di luar negeri.
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1. Pengertian
Tenaga Kerja Wanita (TKW)
Mobilitas angkatan kerja wanita keluar
negeri di kenal dengan sebutan TKI (Tenaga Kerja Indonesia). Pada waktu itu
yang disebut TKI adalah laki-laki. Ketika muncul angkatan kerja wanita ke luar
negeri, mereka disebut TKW, untuk mempertegas bahwa ada tenaga kerja wanita
diantara TKI. Istilah ini menunjukkan bahwa ada pembedaan diantara keduanya.
akan tetapi kenyataannya presentase remitan yang dikirim lebih besar dari TKI.
Depnaker (Departemen Tenaga Kerja) merupakan lembaga pemerintah yang berfungsi
sebagai penyalur informasi kesempatan kerja yang ada di dalam dan di luar
negeri. Lembaga ini juga menyiapkan pelatihan-pelatihan bagi calon tenaga kerja
yang akan di salurkan. Pelatihan semacam itu juga diberikan oleh
lembaga-lembaga penyalur tenaga kerja swasta ini pada dasarnya membantu calon
tenaga kerja memperoleh pekerjaan dangan sedikit keuntungan dari biaya
pendidikan yang dikeluarkan oleh calon tenaga kerja.
Jasa (manfaat), baikjasa orang
maupun manfaat pekerjaan (manfaat amal), merupakan salah satu sumber
ekonomi sebuah negara, selain perdagangan, industri dan pertanian. Bahkan,
dapat dikatakan jasalah yang menjadikan perdagangan, industri dan pertanian
dapat berjalan. Karena itu, jasa merupakan sumber ekonomi yang sangat penting
bagi negara.
Karenanya, islam telah mengatur pemanfaatan
jasa ini dengan sangat detail, yang kemudian secara khusus di bahas dalam
hukum-hukum ijarah. Dalam akad ijarah ini ada empat
komponen :
1. Ajair (Buruh)
2. Mustajir (Majikan)
3. Manfaat (Jasa)
4. Iwadh (Kompensasi/upah)
Namun demikian, bekerja untuk mencari
nafkah, menghidupi dan mencukupi kebutuhan keluarganya adalah wajib. Akan
tetapi, bagi kaum wanita, bekerja untuk mencari nafkah atau membantu suaminya
mencukupi kebutuhan keluarganya akan tetapi tidak wajib. Meski dengan catatan,
tidak mengabaikan fungsi dan tugas utamanya sebagai seorang ibu dan pengurus
rumah tangga.
2.2. Akar
Permasalahan TKW
Mencuatnya
kasus-kasus yang sering menimpa TKW, baik yang terjadi di dalam negara maupun
di luar negeri, sebenarnya tidak dapat dilepaskan dari beberapa faktor. Mulai
dari faktor ideologis, filosofis hingga sistematik. Secara ideologis, kapitalisme yang dijadikan sebagai ideologi telah
menempatkan asas manfaat sebagai tolak ukur dalam memproduksi, mengkonsumsi dan
mendistribusikan barang dan jasa. Faktor inilah yang menyebabkan tidak
diindahkannya aspek halal-haram ketika memproduksi, mengkonsumsi dan
mendistribusikan barang dan jasa di tengah-tengah masyarakat. Dan tentu tidak
mengindahkan aspek-aspek yang dapat merusak masyarakat.
Pada faktor filosofis juga sebagian perempuan,
bekerja bukan sekedar frofesi sampingan, akan tetapi juga menjadi ajang
aktualisasi diri. Dengan peran dan fropesinya, mereka tidak ingin dianggap
masyarakat. Tujuannya untuk menghancurkan tatanan keluarga dan sosial di
negeri-negeri kaum muslim. Padahal, mereka menjadi ibu dan pengatur rumah dan
dijadikan ratu di rumah-rumah mereka. Karena seluruh kebutuhan mereka telah di
penuhi oleh kepala rumah tangga, yang tidak lain adalah pria yang menjadi
suaminya.
Faktor ketiga
adalah faktor sistemik. Munculnya
TKW, termasuk pengiriman TKW keluar negeri adalah akibat kegagalan sistem
ekonomi. Harus diakui, bahwa pemerintah Indonesia tidak mampu menyediakan
lapangan pekerjaan yang memadai untuk masyarakatnya. Tidak tersedianya lapangan
pekerjaan terhadap masyarakat adalah dampak dari kegiatan ekonomi non-riil.
Dengan tingkat pengangguran setiap tahun 9 juta, dan skala pertumbuhan 1 persen
untuk 200 ribu tenaga kerja, maka untuk menyerap tenaga kerja yang begitu
besar, dibutuhkan pertumbuhan ekonomi sebesar 45 persen per tahun. Akan tetapi
itu tidak mungkin. Akibatnya, masalah penumpukan tenaga kerja terus-menerus
terjadi, dan semakin tahun, angkanya terus mengalami peningkatan. Inilah yang
mendorong pemerintah untuk menyalurkan jasa TKI dan TKW ke luar negeri. Karena itu, ketiga faktor inilah yang sebenarnya menjadi akar permasalahan
munculnya TKW. Selama akar masalah tersebut masih ada, dan tidak pernah
diselesaikan, maka selama itu pula, masalah TKW akan selalu ada. Selain ketiga
faktor ini, ada juga faktor teknis, yaitu lambatnya penyelesaian pemerintah,
termasuk tidak adanya perlindungan terhadap warga negara Indonesia di luar
negeri.
2.3. Contoh Kasus
contoh kasus kekerasan yang dialami TKI
diantaranya, kasus yang menimpa Siti Hajar yang berumur 33 tahun, Tenaga Kerja
Indonesia (TKI) asal Limbangan, Garut, Jawa Barat yang bekerja pada majikan
Michael sejak Juli 2006, di Lanai Klara Condominium, Bukit Klara, Kuala Lumpur
Malaysia. Siti Hajar menguak deritanya selama bekerja selama 34 bulan di sana.
Dengan sekujur wajah and tubuh bagian atas dipenuhi bisul dan koreng yang
memerah, Siti Hajar melarikan diri dari rumah majikannya Juni 2009 lalu. Kepada
media, Hajar mengaku majikan perempuannya kerap memukuli dan menyiram tubuhnya
dengan air mendidih, dan menggebukinya berulang-ulang dengan sebatang tongkat.
Selain tersiksa, selama tiga tahun gaji Siti Hajar tidak dibayar majikannya.
Semestinya ia berhak mendapatkan gaji sebesar 17 ribu ringgit atau Rp 15 juta
per bulan. (Hutapea, Rita Uli. 10 Juni, 2009. 3 Tahun Disiksa di Malaysia, Siti
Hajar Cuma Ingin Kembali ke Indonesia.
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1. Motif
Tenaga Kerja Wanita (TKW) Bekerja ke Luar Negeri
Semua orang
pasti sepakat, alasan utama kebanyakan TKW bekerja ke luar negeri adalah faktor
ekonomi. Kebanyakan mereka adalah orang miskin. Jasa tenaga kerja mereka tidak
dapat disalurkan di dalam negeri karena negara tidak menyediakan lapangan
kerja yang cukup. Dengan bahasa lain, negara sebenarnya telah gagal
merealisasikan kesejahteraan bagi warga negaranya. Anehnya, kebijakan
pemerintah bukannya membuka lapangan pekerjaan seluas-luasnya, akan tetapi
mereka memikirkan bagaimana menjual mereka ke luar negeri sehingga negera bisa
memperoleh devisa. Dalam Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan (SNPK),
pengiriman TKI disebut sebagai upaya menekan angka pengangguran. Setelah mereka
di berangkatkan ke luar negeri, keadaan mereka disana tidak dilindungi sama
sekali. Pengiriman TKI selama ini bukanlah urusan Negara, tapi PJTKI dengan
pengguna jasa. Akibatnya, jika ada persoalan Negara selalu terlambat merespon
permasalahan para pencari devisa tersebut.
Sementara itu,
peraturan di sana tidak memberikan jaminan perlindungan hukum kepada para TKI.
Hanya sedikit negara yang telah meratifikasi perlindungan terhadap para
pekerja asing. Sebagian di beberapa Negara TKI dianggap sebagai budak yang
dapat diperlakukan semaunya oleh para majikannya sendiri. Belum lagi, tidak
dipungkiri, banyak majikan yang bertindak kejam, jauh dari sifat kemanusiaan.
Mereka melakukan itu karena negaranya sendiri seolah memberi toleransi. Apabila
tidak, tidak akan mungkin kasus TKW sampai mencapai angka puluhan ribu kasus.
Kapitalisme yang
dianut Indonesia untuk memberika kesejahteraan kepada rakyat telah gagal.
Meskipun Indonesia kaya Sumber Daya Alam (SDA), namun karena kebijakan
privatisasi kapitalis, hasil Sumber Daya Alam (SDA) hanya banyak memberi
keuntungan pada pihak swasta atau asing. Semestinya SDA milik rakyat ini
dikelola oleh negara untuk memenuhi kebutuhan asasi semua rakyat, laki-laki
maupun perempuan. Apabila negara dapat memberikan jaminan pemenuhan
kebutuhan pokok dan asasi setiap rakyat, maka tidak ada perempuan yang rela
meninggalkan keluarga dan menanggung risiko besar dengan menjadi TKW.
Namun kemiskinan telah memaksa ribuan perempuan untuk bekerja di luar
negeri meningglkan suami, anak dan keluarganya.
Namun
Permasalahan TKW itu memang rumit. Masalah itu bisa berasal dari TKW-nya karena
tidak mempunyai pengetahuan dan keterampilan untuk bekerja di negara
tujuan. Seharusnya hal ini bisa disepakati antara calon majikan dengan PJTKI
tidak membahas mengenai jaminan keamanan. Yang sering terjadi justru alat
komunikasi (HP) atau pun paspor diambil majikan, yang seharusnya majikan itu
mengisi formulir lalu diberi persyaratan-persyaratan.
Misalnya, hak untuk libur satu minggu sekali,
dibolehkan untuk berkomunikasi, jam kerjanya tidak lebih 24 jam dll. Agar tidak
terjadi adanya kekerasan terhadap TKW dalam negeri.
3.2. Perkembangan Kekerasan Terhadap Tenaga Kerja Wanita (TKW) Indonesia di Luar
Negeri
Berbagai
perubahan peraturan yang diterapkan oleh pemerintah di negara-negara Timur
Tengah dan Asia masih belum cukup memberikan perlindungan mendasar untuk
menanggulangi kekerasan yang dialami oleh tenaga kerja migran sektor domestik.
Demikian pernyataan Human Rights Watch juga mengatakan bahwa walaupun
akhir-akhir ini sudah terlihat perbaikan peraturan dibeberapa negara, jutaan
tenaga kerja wanita yang berasal dari Asia dan Afrika masih rawan terhadap
eksploitasi dan kekerasan sementara kecil kemungkinan bagi korban untuk
mendapat ganti rugi. ini tentu bukan hal yang membanggakan. Justru ini adalah
aib sebuah bangsa. Seharusnya para pemimpin negeri ini malu. Tapi itulah nasib
TKI. Sudah bekerja di luar negeri, jauh dari keluarga, menjadi korban
kekerasan. Pemerintah tidak terlalu peduli pada para tenaga kerja yang bekerja
di luar negri itu.
Kondisi kemiskinan
yang menghimpit keluarga menjadi alasan betapa banyak warga Indonesia yang
ingin bekerja diluar negeri. Apalagi ada berita gaji besar di sana. Permintaan
yang tinggi untuk menjadi TKI inilah yang kemudian dimanfaatkan juga oleh
perusahaan Pengerah Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) untuk menghasilkan
keuntungan dengan menyerahkan begitu saja para tenaga kerja kepada
majikanya.Tidak jarang, perusahaan-perusahaan itulah yang mengekploitasi
keinginan para calon TKI dengan berbagai imbalan. Adanya praktik menyimpang ini
diakui oleh Ketua Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia. PJTKI di seluruh Indonesia juga
melakukan pelanggaran seperti adanya unsur percaloan atau sponsor dalam
proses rekrutmen yang merugikan TKI. Begitu pula, jual beli sertifikat baik
sertifikat kesehatan maupun sertifikat kopetensi atau keahlian yang akhirnya
menjadikan TKI menjadi korban.
Bukan hanya
PJTKI, menurut Komite Pimpinan Pusat (KPP) Federasi Serikat Pekerja (FSP)
Bersatu Melalui Ketua Presidiumnya (BMKP), Arief Pouyono, para calon TKI
juga harus membayar uang dalam jumlah besar kepada Negara. Sesuai Surat
Keputusan No. 186 Tahun 2008 yang dikeluarkan oleh Dirjen Pembinaan Penempatan
Tenaga Kerja (Binapenta) Departemen Tenga Kerjadan Transmigrasi setiap TKI
wajib membayar Rp 15,5 juta. Ditambah dengan bunga 18 persen per tahun, uang
yang harus dibayar TKI, 18,29 juta. Negara tidak begitu peduli dengan nasib mereka. Munculnya berbagai kasus TKI
menunjukan hal itu. Pemecahan yang telah diberikan juga terasa asal-asalan dan
tidak menyentuh akar persoalan. Perlu diketahui,
ribuan TKW bernasib naas di negeri orang gara-gara ingin menutupi kemiskinan.
Kasus lainnya
yang di hadapi oleh Sumiati, berumur 23 tahun asal Dompu, Nusa Tenggara Timur,
babak belur dipukul majukannya di Arab Saudi. Kedua kakinya hampir
lumpuh dan bibirnya sobek karena dipukul terus menerus dengan kayu oleh
majikannya. Awalnya Sumiati tidak pernah membayangkan nasibnya akan seperti
ini. Sebelum berangkat sebagai Tenaga Kerja Wanita (TKW), sumiati berharap
memperoleh rial ( mata uang Arab Saudi) dalam jumlah besar. Dengan uang itu,
dia berharap mampu mengangkat perekonomian keluarganya yang miskin di Dompu,
Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB). Namun harapan itu tinggal impian, bukannya rial
yng di kumpulkan namun nasib malang yang justru datang. Sekujur tubuhnya penuh
luka akibat penganiayaan yang dilakukan oleh majiknnya di negeri minyak
tersebut. Lukanya sangat parah. Tubuhnya mengalami luka bakar di beberapa
titik. Kedua kakinya hampir mengalami kelumpuhan, kulit tubuh dan
kepalanya terkelupas, jari tengah retak, alis matanya rusak. Dan yang
lebih parah, bibir bagian atasnya sobek. Kata Miea Mirlina, petugas rumah sakit
King Fahd asal Indonesia. Sumiati mengaku kepada pamannya, Zulkarnain yang
menjenguknya, bibir bagian atasnya hilang akibat dipukul berkali-kali dengan
kayu oleh majikannya. Giginya pun rontok. Dia tidak pernah merasa tahu
sebab-musabab setiap kali dia disiksa.Dia bilang, main pukul saja kalau
majikannya lagi marah. Tidak jelas alasannya, Ujar Zulkarnain.Sumiati bekerja
di Arab Saudi sejak10 Juli 2010. Majikannya adalah janda 54
tahun berinisial ZS. Bayarannya 800 riyal atau sekitar Rp. 2 juta per
bulan. Saudi Gazatte, Rabu, (24/11) memberitakan majikannya telah
ditangkap dan dianalisa kondisi kejiwaannya. Penangkapan majikannya yang kejam
ini beserta dengan bukti pengakuan anak lelakinya. Sang anak membantah
pernyataan ibunya, bahwa Sumiati mencoba bunuh diri. Luka bakar di sekujur
tubuh Sumiati diduga bekas setrikaan panas yang dan ditempelkan di kulitnya.
Sehingga kasus ini bersifat criminal dan wajid diberi sanski.
Human Rights Watch menghimbau
negara-negara tersebut untuk mengambil langkah-langkah berikut guna mencegah
dan menangani kekerasan terhadap pekerja rumah tangga:
·
Memberikan perlindungan yang sama
dalam undang-undang ketenagakerjaan kepada pekerja rumah tangga dan memberi
perhatian terhadap hal-hal khusus yang berhubungan dengan lapangan pekerjaan
ini seperti jam kerja yang tidak beraturan, makanan dan tempat tinggal;
·
Menyempurnakan peraturan dan
pengawasan penyalur tenaga kerja dan ongkos yang dikenakan oleh agen penyalur
swasta;
·
Menyempurnakan peraturan
keimigrasian sehingga visa pekerja tidak terikat dengan sponsor perorangan dan
pekerja rumah tangga bisa meminta pindah majikan tanpa harus mendapat ijin dari
majikan sebelumnya;
·
Meningkatkan akses pekerja
terhadap proses hukum termasuk menyediakan mekanisme pelaporan tertutup,
pengadilan dan memperluas penyediaan layanan korban;
·
Bekerja sama dengan negara asal
pekerja migran untuk memantau proses perekrutan antar negara, memberikan
tanggapan atas laporan tindak kekerasan yang diterima dan memfasilitasi
pengembalian tenaga kerja ke negara asal;
·
Mendukung konvensi mengikat
mengenai pekerja rumah tangga serta memberikan rekomendasi dalam konferensi ILO
bulan Juni mendatang.
3.3. Solusi
Kekerasan Terhadap Tenaga Kerja Wanita (TKW) di Luar Negeri
Sistem ekonomi
kapitalis telah menciptakan kemiskinan struktural, solusinya sistem itu harus
ditinggalkan! Salah TKW bukan sekedar kirim mengirim tenaga kerja, tetapi
masalah kemiskinan. Ketidak tersediaan lapangan pekerjaan dipadu dengan
keahlian yang rendah menjadikan kondisi mereka teramat sulit. Belum lagi beban
hidup kian berat. Pilihannya adalah menjadi TKW dengan segala risikonya.
Kondisi tersebut sebenarnya bisa diatasi manakala pengelola negara menjalankan
fungsinya sebagai negara yakni menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok
masyarakat. Ketika fungsi ini diabaikan, maka beban rakyat akan berat sehingga
mereka akan terus berada di bawah garis kemiskinan.Tidak dapat dipungkiri,
Indonesia termasuk negeri yang diberi kekayaan alam yang melimpah. Hanya saja,
negara menyerahkan kekayaan tersebut kepada pihak asing. Minyak dan gas
mayoritas dipegang oleh swasta asing.
3.4.
Penyebab
Masalah
Tindakan
TKW Indonesia
di Luar
Negeri
Permasalahan yang menimpa para TKW 95%
berasal dari dalam negeri. Mulai dari sistem perekrutan sampai penempatan calon
TKW yang didominasi oleh calo/agensi yang sering menyalahi aturan atau prosedur
yang berlaku. Mereka memanfaatkan kelemahan calon TKW yang ingin bekerja ke
luar negeri dengan gaji yang besar dan memperbaiki kondisi ekonomi keluarga,
namun kurang dalam informasi dan pengetahuan tentang prosedur untuk menjadi
calon tenaga kerja ke luar negeri.
Penyebab masalah yang menimpa para
tenaga kerja Indonesia khususnya Tenaga Kerja Wanita (TKW) juga disebabkan oleh
sebagian besar dari mereka tidak memiliki daya saing di pasar tenaga kerja di
tempat kerja, karena mereka relatif tidak berkualitas. Hal ini dapat diukur
dari profil tenaga kerja Indonesia antara lain:
(1)
tidak memiliki pengetahuan dan ketrampilan sesuai
yang dibutuhkan jenis pekerjaannya;
(2)
tidak
memiliki kepribadian yang tangguh, sehingga cenderung tidak dapat membawa diri;
(3)
tidak memiliki pengetahuan tentang hukum dan
peraturan perundangan, setidaknya hukum
dan peraturan perundangan yang menyangkut posisi dirinya sebagai tenaga migran;
(4)
tidak memahami budaya di tempat mereka bekerja;
(5)
tidak piawai menggunakan teknologi, misalnya
peralatan elektronik yang sering digunakan di tempat mereka bekerja;
(6)
tidak menguasai bahasa yang digunakan mitra kerjanya.
3.5.
Pemerintah Menanggulangi Masalah Kekerasan Terhadap TKW di Luar Negeri
Undang-Undang Nomor 39
Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar
Negeri (PPTKILN) yang ada saat ini belum mampu memberikan perlindungan kepada
tenaga kerja Indonesia di luar negeri karena aksi kekerasan dan tindakan yang
merugikan TKI masih terus terjadi. Meskipun pemerintah sudah melakukan banyak hal
terkait dengan perlindungan TKI terutama yang di luar negeri, namun tidak
berdampak pada pengurangan kasus-kasus yang dialami mereka. Kasus
kekerasan terhadap Tenaga Kerja Indonesia (TKI) merupakan kasus yang sering
diperbincangkan ditengah masyarakat. Hampir sepanjang tahun, sejumlah
permasalahan-permasalahan mengenai TKI terus bermunculan. Namun, pemerintah
nampaknya belum menunjukkan atau memperlihatkan solusi yang pas untuk
menyelesaikan masalah ini. Sejumlah permasalahan seperti kurangnya dalam bentuk
hukum yang mengatur mengenai permsalahan TKI, dan pemerintah sendiri terlihat
tidak terlalu serius. Dalam hal Ini
juga bukti pemerintah tidak bisa menciptakan kesempatan kerja di dalam negeri.
Justru akan semakin minim perlindungan negara.
pemerintah memberikan masukan bahkan
mendesak untuk mengubah kebijakan agar lebih melindungi dan menjamin TKI.
Tetapi selama ini belum ada masukan-masukan dari masyarakat, buruh migrant,
keluarga buruh migrant, itukan hanya dianggap sebagai angin lalu saja. Hak-hak dasar buruh adalah soal gaji, jam kerja, kebebasan berserikat,
kebebasan bergerak, kebebasan menjalankan agama, kebebasan mengirimkan uang
gaji mereka. Hak-hak dasar buruh itulah yang harus dijamin pemerintah. Bukan
sekedar mengatur pola migrasi TKI dari Indonesia ke Negara lain seperti yang
selama ini dilkukan. Oleh karena itu, perlu adanya
desakan pemerintah untuk berhenti bergantung kepada negara lain dalam
melindungi warga negaranya. Tetapi pemerintah harus dapat mengeluarkan TKI dari
krisis yang membuat hak-haknya terlanggar di luar negeri.
BAB
IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Dapat
disimpulkan bahwa Alasan utama pada TKW bekerja ke luar negeri adalah faktor
ekonomi yang sangat minim. Jasa tenaga kerja mereka tidak dapat disalurkan di
dalam negeri karena negara tidak menyediakan lapangan kerja yang cukup.
Dengan bahasa lain, negara sebenarnya telah gagal merealisasikan
kesejahteraan bagi warga negaranya.
Hal ini kemudian menjadi sebuah
permasalahan ketika gaji para TKI tidak dibayarkan serta menerima perlakuan
yang tidak sepantasnya. beberapa
Negara pun telah melakukan langkah nyata
untuk memberikan perlindungan kepada pekerja rumah tangga. Namun
perubahan-perubahan tersebut masih berjalan lambat dan harus melalui perdebatan
yang sulit.
Dengan demikian, untuk itulah
diperlukan peran pemerintah Indonesia dalam menangani kasus-kasus tersebut.
Selain itu juga, Indonesia juga telah menandatangani peraturan mengenai
ketenagakerjaan, diantaranya dengan Malaysia dan Saudi Arabia.
4.2. Saran
Saran yang dapat
kami sampaikan bahwa, seharus pemerintah
bisa melihat kapasitan dan potensi keterampilan dari setiap TKW sehingga
penyaluran Tenaga Kerja Wanita (TKW) dapat terwujud lebih baik lagi demi
menghindari adanya tindakan kekerasan terhadap Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang
tengah bekerja di luar negeri.
Selama beberapa
tahun belakangan ini, kasus penganiayaan terhadap kekerasan TKI terus
meningkat. Pemerintah Indonesia dinilai tidak berhasil memberikan perlindungan
terhadap para TKI yang bekerja di luar negeri. Oleh karena itu
pemerintah, sebagai pengayom masyarakat diharapkan mampu mempercepat
tindakannya sebelum sejumlah kasus-kasus semakin meningkat terjadi. Selain itu,
pemerintah juga harus memperbanyak landasan hukum sebagai acuan dalam
menyelesaikan permasalahan TKI tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
http://www.damandiri.or.id/file/tesis/04%20aidil%20fitri%20-%20bab%20I.pdf
http://eyranucwaemtea.blogdetik.zcom/2011/02/05/kekerasan-terhadap-tenaga-kerja-wanita/
(http://www.detiknews.com/read/2009/06/10/095104/1145274/10/siti-hajar-cumaingin-
kembali-ke-indonesia, diakses 21 Juli 2010)).
http://www.sayangi.com/hukum1/read/10631/uu-no-39-2004-belum-mampu-lindungi-tki-perempuan